Kebangsaan dan Peradaban Dunia
1.
Pendidikan Karakter Bangsa
Tersirat dalam UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional; merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan Nasional yang
harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia pasal 3 UU
Sikdiknas menyebutkan “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan dan membantu
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa.
Bertujuan untuk berkembangnya potensi, peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.
Tujuan Pendidikan Nasional merupakan rumusan mengenai
kualitas manusia modern yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
Oleh sebab itu rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar pengembangan
pendidikan karakter bangsa. Untuk memudahkan wawasan arti pendidikan karakter
bangsa perlu dikemukakan pengertian, istilah, pendidikan karakter bangsa.
Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan sistematis dalam mengembangkan
potensi peserta didik.
Karakter adalah nilai-nilai yang khas, baik watak, akhlak atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebijakan yang diyakini dan dipergunakan sebagai cara pandang, berpikir,
bersikap, berucap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun
karakter pribadi dan/ atau kelompok yang unik baik sebagai warga negara.
Karakter Bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas baik
yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa
dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa, karsa dan
perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai
Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika, dan
komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Fungsi
Pendidikan Karakter
a)
Pembentuk
dan pengembang potensi: membentuk dan mengembangkan potensi peserta didik untuk
berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik
b)
Perbaikan
dan penguatan: memperbaiki dan menguatkan peran satuan pendidikan, masyarakat,
dan pemerintah dalam mempertanggung jawabkan potensi peserta didik yang lebih
bermartabat
c)
Penyaring:
menyaring/ memilih budaya bangsa Iain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
budaya dan karakter budaya yang bermartabat
3.
Tujuan Pendidikan Karakter
a) Mengembangkan potensi hati nurani
peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai
karakter bangsa
b) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku
peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi
budaya bangsa yang religius
c) Mengembangkan kemampuan peserta
didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan
d) Menanamkan jiwa keteladanan,
kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa
e) Mengembangkan lingkungan sekolah
sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas, persahabatan
serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi
4.
Nilai-nilai dalam Pendidikan
Karakter Bangsa
a) Agama: artinya masyarakat Indonesia
adalah masyarakat beragama, sehingga nilai-nilai karakter bangsa harus
didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama
b) Pancasila: artinya nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik,
hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni
c) Budaya: artinya nilai-nilai
komunikasi antar masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam
pendidikan karakter bangs
d) Tujuan pendidikan nasional: adalah
sumber paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter
bangsa
Nilai-nilai
yang dikembangkan dalam pendidikan budaya
dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber
inti. Sumber dimaksud adalah Agama, Pancasila, budaya dan Tujuan Pendidikan
Nasional.
Menyadari
bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama, maka nilai yang terkandung
dalam agamanya dijadikan dasar membentuk karakter bangsa. Pancasila dijadikan
sumber karena dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Pancasila adalah
dasarnya. Selain itu mengingat bahwa bangsa Indonesia terbentuk dari berbagai
macam suku bangsa dan beranekaragam budaya, maka adalah suatu keharusan dalam
menanamkan nilai karakter bangsa berdasarkan nilai budaya yang ada dimana
mereka berada. Didalam konteks pendidikan, dengan bersumber dari agama,
Pancasila dan budaya maka secara teknis dirumuskan melalui tujuan
nasional pendidikan.
Bangsa Indonesia mau dibentuk
dalam kualitas seperti apa sangat ditentukan oleh tujuan pendidikan
nasional. Oleh karena itu sebenarnya sumber nilai karakter bangsa yang paling
teknis/operasional sifatnya adalah Tujuan Pendidikan Nasional. Karena
pendidikan apapun bentuknya di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan tujuan
pendidikan nasional sesuai UU No. 20 tahun 2003.
Adapun 18 nilai dalam pendidikan
karakter bangsa tersebut adalah:
1.
Religius: Sikap dan perilaku yang
patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.
Jujur: Perilaku yang didasarkan
pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.
Toleransi: Sikap dan tindakan yang
menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang
lain yang berbeda dari dirinya.
4.
Disiplin: Tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.
Kerja Keras: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
6.
Kreatif: Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7.
Mandiri: Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8.
Demokratis: Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
9.
Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10.
Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11.
Cinta Tanah Air: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
12.
Menghargai Prestasi: Sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13.
Bersahabat/Komunikatif: Sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
14.
Cinta Damai: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan
orang lain.
15.
Gemar Membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
16.
Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17.
Peduli Sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain
dan masyarakat yang membutuhkan.
18.
Tanggung Jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
(Kemdikbud/Gs)
5.
Pembangunan Karakter Bangsa
Pendidikan
karakter merupakan sarana untuk mengadakan perubahan yang mendasar, karena
membawa perubahan bangsa sampai ke arah yang lebih baik. Di era globalisasi
yang berada dalam dunia yang terbuka, ikatan nilai moral dan karakter bangsa
mulai melemah dan terkikis. Bangsa mengalami multikrisis yang dimensional dan
krisis yang dirasakan sangat parah adalah krisis nilai-nilai moral dan karakter
bangsa.
Oleh
sebab itu, sebagai bangsa yang mempunyai karakter mulia pasti memperhatikan
kondisi bangsa saat ini. Pendidikan di seluruh dunia sedang menngkaji kembali
perlunya pendidikan moral atau pendidikan karakter dibangun kembali. Hal ini
tidak hanya dirasakan oleh bangsa dan masyarakat Indonesia tetapi juga oleh
negara-negara maju. Bahkan di negara-negara Indonesia dimana ikatan moral atau
karakter semakin longgar, masyarakat mulai merasakan perlunya revival dari
pendidikan moral yang pada akhir-akhir ini mulai ditelantarkan.
Tuntutan
pembangunan karakter bangsa di dunia ini karena ada beberapa pertimbangan untuk
menyelenggarakan pendidikan moral atau karakter adalah sebagai berikut:
1. Melemahnya
ikatan keluarga
Keluarga
merupakan guru pertama dari setiap anak, mulai kehilangan fungsinya.
2. Kecenderungan
negatif di dalam kehidupan remaja dewasa ini
Hal
ini terutama di kota-kota besar sering terjadi perkelahian, tawuran di kalangan
anak SMA, dan lain sebagainya.
3. Suatu
kebangkitan kembali perlunya nilai-nilai etik, moral, dan budi pekerti dewasa
ini.
Telah
timbul
kecenderungan masyarakat yang mulai menyadari bahwa dalam masyarakat terdapat
suatu kearifan mengenai adanya suatu moralitas dasar yang sangat esensial dalam
kelangsungan hidup bermasyarakat.
Sebenarnya banyak aliran-aliran
filsafat yang dapat dijadikan acuan bagi upaya menegakkan moralitas melalui
proses pendidikan. Landasan filsafat apapun perlu kita cari relevansinya dengan
kondisi dan tantangan kehidupan nyata dalam masyarakat kita agar pendidikan
mampu memberikan kontribudi yang positif bagi penegakan moralitas bangsa yang
sedang menghadapi krisis multidimensi ini.
Proses pendidikan di semua
jenjang dan jalur perlu melihat realitas masyarakat kita yang sebenarnya. Saat
ini masyarakat kita sedang mengalami sakit yang sudah akut. Kekerasan
merajalela, disintegrasi sosial tumbuh secara nyata, intoleransi semakin
merebak dalam berbagai aspek kehidupan, korupsi dilakukan secara
terang-terangan dan tidak punya rasa malu lagi. Pendidikan dengan demikian
merupakan salah satu instrumen perubahan yang mampu melakukan empowerment bagi
masyarakat melalui berbagai program yang mencerminkan adanya rekonstruksi
sosial.
Seiring dengan adanya
gerakan reformasi, pendidikan harus dirumuskan kembali oientasi refotrmasinya.
Dengan reformasi yang baru itu pendidikan tidak hanya mengajarkan
persoalan-persoalan cognitive domain (moral knowledge) semata, dengan
mengabaikan aspek moral and sosial action. Dengan pendekatan itu kita akan
mampu menanamkan moral and sosial skills pada peserta didik agar kelak mereka
mampu memahami dan memecahkan persoalan-persoalan aktual moralitas.
6.
Dampak Pendidikan Karakter Terhadap Peradaban
Bangsa
Apa
dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian
bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan
penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator,
yang diterbitkan oleh Character Education Partnership.
Dalam
buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari
University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa
sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan
pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam
pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif
siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.
Sebuah
buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins,
et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh
positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa
ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah.
Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan
otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama,
kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan
berkomunikasi.
Hal
itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di
masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20
persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah
dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak
dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat
sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia
dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari
masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran,
narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Beberapa
negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di
antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di
negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang
tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.
Seiring
sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga dalam waktu dekat
tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar nantinya lahir generasi bangsa
yang selain cerdas juga berkarakter sesuai nilai-nilai luhur bangsa dan agama.
Dengan demikian melalui pendidikan karakter dapat membangun karakter bangsa
menjadi lebih baik.
Pendidikan karakter
bukanlah merupakan hal baru karena setiap upaya pendidikan
sebenarnya adalah dalam
rangka membangun karakter. Persoalannya adalah : “Mengapa akhir-akhir
ini pendidikan karakter menjadi program strategis Kementrian Pendidikan
Nasional? Ada masalah apa dengan praktik pendidikan karakter dalam dunia pendidikan
kita dewasa ini? Jika memang banyak masalah dalam praktik pendidikan karakter,
lantas bagaimana upaya yang seharusnya dilakukan oleh dunia pendidikan dalam
rangka revitalisasi sehingga dapat memecahkan masalah-masalah pendidikan
karakter? Itulah beberapa pertanyaan yang mungkin seringkali muncul dalam
fikiran kita setiap kali berbicara tentang pendidikan karakter.
Manusia seharusnya
bersifat human (humanis). Seorang manusia seharusnya
bersifat manusiawi.
Gejala yang tampak dalam kehidupan sehari-hari adalah terjadinya
kecenderungan semakin
terkikisnya sifat-sifat kemanusiawian manusia, yakni terjadi proses
dehumanisasi yang
demikian pesat yaitu
1.
Banyak Manusia yang Semakin Jauh dengan Tuhannya.
Gejala semakin jauhnya manusia dengan Tuhannya ini tampak dari
semakin banyaknya manusia yang kurang patuh pada Ajaran Tuhan.
Kemaksiyatan yang
dilakukan manusia semakin subur terjadi di mana-mana. Manusia sebagai ciptaan
Tuhan seharusnya mengabdikan diri dengan patuh dan taat pada ajaran-ajaran-Nya;
Manusia seharusnya terus berupaya mendekatkan diri kepada Tuhan, menyatu dengan
Tuhan, merasakan dekat dengan Tuhan. Kecenderungan yang terjadi
adalah semakin banyaknya gejala yang menunjukkan hubungan manusia dengan Tuhan
semakin jauh, kurang harmonis, sehingga banyak orang yang kurang baik
perilakunya menurut ukuran agama-agama.
2.
Banyak Manusia yang Semakin Jauh dengan Manusia Lain.
Mereka kurang peka dan
peduli pada penderitaan orang lain; merasa orang lain sebagai ancaman dirinya;
saling bermusuhan antara yang satu dengan yang lain; merasa benar sendiri;
kurang saling percaya; penghargaan pada orang lain rendah; sikap dan perilaku
yang sangat individualistik; Seharusnya antara manusia yang satu dengan yang lain
sangat dekat dan menyatu. Begitu banyak manusia yang dalam hubungannya dengan
manusia lain tampak buruk, padahal sesungguhnya mereka adalah makhluk sosial,
manusia adalah ummat yang satu.
3.
Banyak Manusia yang Merasa Jauh dengan Lingkungan Alam Tempat
Hidupnya.
Perusakan lingkungan
alam terjadi di mana-mana. Exploitasi terhadap alam
dilakukan secara
besar-besaran tanpa diimbangi dengan upaya konservasi secara
memadai.Penggundulan hutan, pencemaran air, tanah, udara,
pemusnahan makhluk hidup
terus berlangsung, yang mengakibatkan keseimbangan alam menjadi terganggu,
bencana alam terjadi di banyak tempat, dan pemanasan global semakin
menjadi-jadi. Karakter manusia dalam hubungannya dengan lingkungan alamnya
tampak semakin memburuk.
4.
Banyak di Antara Manusia yang Jauh dengan Dirinya Sendiri.
Banyak di antara manusia
yang kurang mampu mengenali potensi dirinya sendiri, tidak tahu diri, kurang
percaya diri, bahkan menganiaya diri sendiri. Perilaku mereka banyak ditentukan
oleh kekuatan eksternal dirinya. Mereka seakan-akan seperti orang yang tidak
mempunyai keyakinan dan harga diri. Banyak orang yang tahu kebaikan, tetapi
mereka tidak mau melakukan kebaikan yang mereka ketahui. Banyak orang yang baru
mau bergerak kalau digerakkan orang lain, mereka baru mau bekerja kalau
disuruh, pergerakan mereka seperti robot. Banyaknya manusia yang perilakunya
seperti robot tersebut adalah bukti terjadi dehumanisasi manusia. Karakter
manusia dalam hubungannya dengan dirinya sendiri tampak buruk.
5.
Banyak di Antara Manusia Indonesia yang Perilakunya Menyimpang
dari Nilai-Nilai Pancasila.
Mereka banyak melakukan
pelanggaran hokum, baik hokum agama-agama maupun hukum positif yang berlaku di
negeri ini. Banyak di antara mereka yang kurang berpartisipasi dan
bertanggungjawab terhadap berbagai persoalan bangsa dan negaranya. Nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan demokrasi, dan keadilan
sosial kurang tumbuh subur pada diri warga bangsa Indonesia ini. Karakter
sebagian manusia Indonesia dalam relasi dengan bangsa dan negaranya semakin
buruk.
Rapuhnya karakter dan
budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bisa membawa kemunduran
peradaban bangsa. Padahal, kehidupan masyarakat yang memiliki karakter dan
budaya yang kuat akan semakin memperkuat eksistensi suatu negara. Tentu bangsa
ini tidak ingin nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila yang
sejatinya karakter bangsa hilang dari memori kolektif bangsa, karena Pancasila
semakin jarang diucapkan, dikutip, dibahas, dan apalagi diterapkan, baik dalam
konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pendidikan
yang diharapkan menjadi wahana penanaman nilai karakter, terjebak dalam
pencapaian kepintaran bukan kecerdasan, misalnya saja mengejar nilai
UAN lebih penting disbanding dengan sikap prilaku jujur, menghargai prestasi,
disiplin, model pembelajaran hanya sekedar transfer of
knowledge, melupakan transfer of values. Berangkat
dari hal tersebut di atas, maka pendidikan karakter mutlak
diperlukan.
6.
Pentingnya Pendidikan Karakter dalam Membangun
Peradaban
Sebuah peradaban akan
menurun apabila terjadi demorilisasi pada masyarakatnya. Menurut para ahli hal
yang utama yang harus dibangun adalah akhlak terlebih dahulu agar bisa
membangun masyarakat yang tertib, aman, dan sejahtera. Maka kita sebagai
seorang pendidik harus selalu mengajarkan nilai-nilai moral terhadap peserta
didik karena nilai-nilai moral yang ditanamkan akan membentuk sebuah karakter
yang merupakan pondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang
beradab dan sejahtera.
Rendahnya kreadibilitas
bangsa indonesia dimata dunia internasional merupakan gambaran dari orang-orang
yang tidak mempunyai karakter, sehingga akan memunculkan dampak yang negatif
terhadap pengelolaan negara sehingga bangsa Indonesia akan terpuruk secara
sosial, ekonomi ataupun budaya.
DAFTAR PUSTAKA
http://dedi26.blogspot.com/2013/06/pendidikan-karakter-bangsa.html
http://dian-anita.blogspot.com/2012/04/pengaruh-pendidikan-karakter-ditinjau.html
http://forumstudikebangsaan.blogspot.com/2013/01/pend-karakter-tonggak-peradaban-bangsa.html
Megawangi, D. R. (2005). Pendidikan
Karakter. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.