Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Swt.
Karena dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kami telah menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Makalah ini diharapkan dapat memberi sumbangan untuk
kebutuhan bahan bacaan dalam studi ilmu pendidikan, khususnya Pedagogik.
Makalah berjudul Manusia sebagai Animal Educandum (Manusia
sebagai Mankhluk yang Harus Dididik ini merupakan suatu kajian tentang hal-hal mengenai kedudukan manusia sebagai mahluk pendidikan, dalam hal ini diperuntukan untuk mempelajari
secara awal ilmu mendidik.
. Kami
sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk
itu, kepada para pembaca kami
sekiranya kami meminta masukannya demi perbaikan
pembuatan makalah kami di masa yang akan datang.
Mudah-mudahan makalah ini
akan memiliki nilai tambah bagi para pembaca yang mempelajari pendidikan dan
ilmu pendidikan, khususnya ilmu pendidikan anak (ilmu mendidik) Kepada Allahlah
kami serahkan segalanya, dan semoga makalah ini mendapat ridha dari-Nya. Amiin.
Serang, 1 April 2014
Tim Penulis
DAFTAR
ISI
COVER
|
|
KATA PENGANTAR
|
1
|
DAFTAR ISI
|
2
|
BAB I
|
PENDAHULUAN
|
3
|
1.1
|
Latar Belakang
|
3
|
1.2
|
Rumusan Masalah
|
3
|
1.3
|
Tujuan
|
4
|
1.4
|
Manfaat
|
4
|
BAB II
|
PEMBAHASAN
|
|
2.1
|
Pendidikan Hanya untuk Manusia
|
5
|
|
1. Manusia dan Hewan
|
5
|
|
2. Mengapa Manusia Harus Dididik
|
7
|
|
3. Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Dididik
|
8
|
2.2
|
Anak Manusia dalam Kondisi Perlu Bantuan
|
8
|
|
1. Manusia Lahir Tidak Berdaya
|
9
|
|
2. Dunia Manusia sebagai Dunia Terbuka
|
9
|
2.3
|
1. Dasar dan Ajar
|
9
|
|
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Manusia
|
9
|
|
3. Aliran-aliran Pendidikan
|
10
|
BAB II
|
PENUTUP
|
|
|
Kesimpulan
|
12
|
DAFTAR PUSTAKA
|
13
|
|
|
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kecerdasan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat. pendidikan juga
adalah satu usaha mengatur pengetahuan
untuk menambahkan lagi pengetahuan yang semulan tidak
tahu menjadi tahu. Dalam proses
tidak tahu menjadi tahu tersebut manusia mengalami sebuah rangkaian proses
pembelajaran.
Manusia sejak
lahir telah dibekali dengan sejumlah potensi. Potensi adalah kemampuan,
kesanggupan, daya yang menjadi modal bagi manusia tersebut agar kelak siap
mandiri dalam menjalani kehidupan di lingkungan di mana dia berada. Anak
manusia dalam hal ini adalah manusia yang belum dewasa sehingga potensi yang
ada pada diri anak ibarat bahan baku (raw material) yang belum siap pakai.
Untuk menjadi barang siap pakai (manufacture), maka dalam proses menjadi
potensi tersebut membutuhkan sebuah penanganan dan bantuan oleh orang dewasa.
Anak manusia pada hakikatnya adalah
makhluk yang dapat dididik (animal educabile), makhluk yang harus dididik
(animal educandum) dan makhluk yang dapat mendidik (homo enducandum).
Oleh karena itu, kami disini akan berusaha mengkaji
tentang hal-hal mengenai kedudukan manusia sebagai mahluk pendidikan terutama dalam hal Manusia sebagai makhluk yang
harus dididik (Animal Educandum).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah yang coba kami
rumuskan adalah sebagai berikut:
1.
Mengapa
pendidikan hanya untuk manusia?
2.
Mengapa anak
manusia perlu mendapat bantuan?
3.
Apa dasar dan
ajaran pendidikan itu sendiri?
1.3 Tujuan
Dalam penyusunan makalah ini terdapat beberapa tujuan, yaitu:
1
Memberikan gambaran tentang
kedudukan kita sebagai mahluk berpendidikan dalam hal ini kita sebagai makhluk yang harus dididik (Animal Educandum).
2
Dengan mengetahui pentingnya
hal-hal tersebut semoga para mahasiswa calon tenaga pendidikan dapat
mengimplementasikannya dalam kehidupan mendatang.
3
Tak dipungkiri, pembuatan
makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pedagogik.
1.4
Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari
pembuatan makalah ini adalah:
1.
Semoga makalah ini dapat
menjadi referensi dalam pembuatan makalah selanjutnya.
2.
Dapat menjadikan mahasiswa
terutama calon pendidik menjadi lebih mengetahui dan mengerti akan aspek-aspek yang
terdapat dalam lingkungan pendidikan.
3.
Dapat memberikan pengetahuan
lebih terutama dalam mata kuliah Pedagogik.
BAB II
PEMBAHASAN
.
2.1 Pendidikan
Hanya untuk Manusia
Manusia sebagai animal educandum,
secara bahasa berarti bahwa manusia merupakan hewan yang dapat dididik dan
harus mendapat pendidikan. Dari pengertian tersebut secara tidak langsung
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara manusia dengan hewan, ialah manusia
dapat dididik dan harus mendapat pendidikan.
1. Manusia
dan Hewan
Pada dasarnya hewan berperilaku hanyalah berdasarkan atas insting atau
nalurinya. Hewan tidak dapat membedakan perbuatan baik ataupun buruk, mana
perbuatan bermoral maupun tidak bermoral. Hewantidak memiliki hati nurani tidak
mampu memiliki nilai-nilai, tidak memiliki perasaan. Hewan tidak akan memiliki
perasaan, bagaimana pun manusia berusaha menyampaikannya pada hewan tersebut.
Beberapa
ekor hewan mungkin dapat dilatih untuk mengenal tanda-tanda (signal-signal)
tertentu, sehingga tanda-tanda tersebut dapat dikenali oleh hewan dengan hasil
berupa gerakan-gerakan mereka. Namun, gerakan-gerakan tersebut hanyalah gerakan
yang terjadi mekanis, secara otomatis saja. Kita tidak dapat menyimpulkan bahwa
gerakan tersebut merupakan hasil berpikir dari hewan tersebut.
Hasil
berpikir secara intelektual melibatkan simbol-simbol. Hewan dapat dilatih
mengenal tanda-tanda melalui latihan secara terus-menerus, tetapi hewan tidak
akan memahami simbol-simbol, seperti bahasa. Berbeda dengan manusia yang
berkemampuan berkomunikasi melalui simbol-simbol.
Manusia
dengan hewan memiliki beberapa persamaan dalam struktur fisik dan perilakunya.
Secara fisik, manusia dan hewan, khususnya hewan menyusui dan bertulang
belakang, memiliki perlengkapan prinsipal tidak terbatas perbedaan.
Pendidikan pada
hakikatnya akan berusaha untuk mengubah perilaku. Teteapi perilaku mana yang
dapat terjangkau oleh pendidikan, karena hewan pun adalh makhluk yang
berperilaku. Dalam hal ini Prof. Khonstam mengemukakan beberapa jenis perilaku
dari berbagai makhluk sebagai berikut.
1)
Anorganis,yaitu
suatu gerakan yang terjadi pada benda-benda mati, tidak bernyawa. Gerakan ini
ditentukan atau tergantung kepada hukum kausal (sebab-akibat).manusia dilempar
dari gudung bertingkat tiga misalnya, ia akan jatuh kebawah, sama halnya
seperti kita melempar batu (benda mati). Hal iini terjadi karena adanya gaya
tarik bumi.
2)
Organis/nabati,
yaitu yang terjadi pada tumbuh-tumbuhan. Manusia dan hewan sama-sama memiliki
perilaku ini, manusia maupun hewan bernapas, tumbuhan juga bernapas. Dalam
tubuh hewan dan tumbuhan terjadi peredaran zat-zat maanan, seperti halnya juga
terjadi pada tumbuh-tunbuhan.gerakan ini terjadi secara otomatis tidak perlu
dipelajari. Setiap makhluk hidup dengan sendirinya memiliki gerakan nabati ini.
3)
Hewani,
perilaku ini lebih tinggi derajatnyadari perilaku nabati. Perilaku ini bersifat
inspiratif (seperti insting lapar, insting seks, insting berkelahi), dapat
diperbaiki sampai taraf tertentu, dan dapat memiliki kesadaran indra, di mana
manusia an hewan dapat mengamati lingkungan karena memiliki alat indra.
4)
Manusiawi,
meripakan perilaku yang hanay terdapat pada manusia. Adapun perilaku ciri-ciri
ini adalah:
a.
Manusia berkemampuan
untuk menguasai hawa nafsu.
b.
Manusia
memiliki kesadaran intelektual, ia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, ejadikan manusia makhluk berbudaya.
c.
Manusia
memiliki kesadaran diri, dapat menyadari sifat-sifat yang ada pada dirinya, manusia
dapat mengadakan introspeksi.
d.
Manusia
adalah makhlluk sosial, membutuhkan orang lain untuk hidupbersama-sama,
berorganisasi dan bernegara.
e.
Manusia
memiliki bahasa simbolis, baik tertulis maupun secara lisan.
f.
Manusia dapat
menyadari nilai-nilai (etika maupun estetika) dan dapat berbuat sesuai
nilai-nilai trsebut, dan memiliki kata hati.
Ciri-ciri tersebut diatas sama sekali tidak
dimiliki oleh hewan, yang dengan cirri-ciri itu lah manusia dapat dididik,
dapat memperbaiki perilakunya, dalam bentuk suatu pribadi yang utuh.
5)
Mutlak,
dimana manusia dapat berkomunikasi dengan Maha pencipta. Manusia dapat
menghayati mkehidupan beragama, yang merupakan nilai yang paling tinggi dalam
kehidupan manusia.
Dari
segi pendidikan, lapisan perilaku yang menjadi garapan pendidikan ialah lapisan
manusiawi dan lapisan mutlak. Lapisan manusiawi sebagian besar menyangkut
dimensi kejiwaan dan psikis, sedangkan lapisan mutlak menyangkut kehidupan
spiritual. Dimensi kejiwaan meliputi aspek kognitif, afektif atau emosional serta
aspek psikomotoris
Sehingga
dalam hal ini, jelas bahwasanya hewan tidak dapat dididik dan tidak
memungkinkan untuk menerima pendidikan, sehingga tidak mungkin dapat dilibatkan
dalam proses pendidikan karena hewan seperti yang sudah dijelaskan bahwa hewan
hanya memiliki insting namun tidak memiliki akal. Hanya manusialah yang dapat
dan memungkinkan menerima pendidikan, karena manusia memiliki dilengkapi dengan
akal.
2. Mengapa Manusia Harus Dididik
Beberapa asumsi yang memungkinkan manusia harus dididik dan memperoleh
pendidikan, yaitu:
a.
Manusia
dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya. Manusia begitu lahir ke dunia, perlu
mendapatkan uluran orang lain (ibu dan ayah) untuk dapat melangsungkan hidup
dan kehidupannya.
b.
Manusia lahir
tidak langsung dewasa, untuk sampai pada kedewasaan itu sendiri memerlukan
proses yang panjang dan waktu yang lama. Dalam mengarungi kehidupan dewasa,
manusia perlu dipersiapkan. Bekal tersebut dapat diperoleh dengan pendidikan.
c. Manusia (anak didik) hakikatnya adalah
makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya ini akan terjadi hubungan
pengaruh timbal balik dimana setiap individu akan menerima pengaruh dari
individu yang lainnya. Sebab itu, maka sosialitas mengimplikasikan bahwa
manusia akan perlu dididik.
Manusia merupakan makhluk yang dapat dididik,
memungkinkan untuk memperoleh pendidikan. Manusia merupakan makhluk yang harus
dididik, karena manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, lahir tidak langsung
dewasa. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan
sesamanya.
3. Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Dididik
Manusia belum selesai menjadi manusia, ia
dibebani keharusan untuk menjadi manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya
menjadi manusia, untuk menjadi manusia ia perlu dididik dan mendidik diri. ”Manusia dapat menjadi manusia hanya melalui
pendidikan”, demikian kesimpulan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya
(Henderson, 1959). Peryataan tersebut sejalan dengan hasil studi M.J. Langeveld
yang memberikan identitas kepada manusia dengan sebutan ”animal Educandum” atau
hewan yang perlu didik dan mendidik diri (M.J.Langeveld, 1980)
N. Drijakarya S.J. (1986) menyatakan bahwa
manusia mempunyai atau berupa dinamika (manusia sebagai dinamika), artinya
manusia tidak pernah berhenti selalu dalam keaktifan, baik dalam aspek
fisiologik maupun spiritualnya. Dinamika mempunyai arah horisontal (ke arah
sesama dan dunia) maupun kearah transedental (kearah Yang Mutlak).Karena itu
dinamika manusia mengimplikasikan bahwa ia akan dapat dididik.
Manusia (anak didik) hakikatnya adalah
makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya ini akan terjadi hubungan
pengaruh timbal balik dimana setiap individu akan menerima pengaruh dari
individu yang lainnya. Sebab itu, maka sosialitas mengimplikasikan bahwa manusia
akan dapat dididik.
Ada
4 prinsip antropologis yang
melandasi kemungkinan manusia akan dapat dididik, yaitu :
1. Prinsip Potensialitas
2. Prinsip Dinamika
3. Prinsip Individualitas
4. Prinsip Sosialitas
2.2 Anak Manusia dalam Kondisi Perlu Bantuan
Dalam perjalanan hidupnya, anak manusia
masih harus belajar untuk ”hidup”, adapun hal tersebut mengimplikasikan adanya
ketergantungan dan perlunya anak memperolah bantuan dari orang dewasa. Bagi
anak manusia, insting, nafsu, dan semua potensi itu belum mencukupi untuk dapat
langsung menjalani dan mengahadapi kehidupan serta untuk dapat mengatasi semua
masalah dan tantangan dalam hidupnya. Untuk dapa mewujudkan semua potensinya
itu, anak manusia mempunyai ketergantungan kepada orang dewasa.
1. Manusia
Lahir Tidak Berdaya
a.
Manusia
memiliki Kelebihan
b.
Manusia belum
belum dapat menolong dirinya sendiri.
c.
Manusia
dilahirkan dalam lingkungan manusiawi.
2. Dunia Manusia sebagai Dunia Terbuka
a.
Manusia belum
siap menghadapi kehidupan
b.
Manusia mampu
menggunakan alat
c.
Manusia
sebagai makhluk yang dididik
2.3 Dasar dan Ajar
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perkembangan
Manusia
Anak manusia sejak dilahirkan berkembang terus hingga mati. Perkembangan
anak manusia itu meliputi perkembangan fisik dan psikis, berlangsung secara
teratur dan terarah menuju kedewasaannya. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan anak, adalah sebagai berikut:
a.
Faktor
Keturunan
Anak memiliki warisan sifat-sifat bawaan
yang berasal dari kedua orang tuanya, merupakan potensi tertentu yang sudah
terbentuk dan sukar diubah. Menurut H.C. Witherington dalam Abu Ahmadi (2001).
Hereditas adalah proses penurunan sifaf-sifat atau ciri-ciri tertentu, dari
satu generasi kegenerasi lain dengan perantaraan sel benih. Pada dasarnya yang
diturunkan itu adalah struktur tubuh, jadi apa yang diturunkan orang tua kepada
anak-anaknya berdasar perpaduan gen-gen yang pada umumnya hanya mencakup sifat
atau ciri-ciri atau sifat orang tua yang diperoleh dari lingkungan atau hasil
belajar dari lingkungan.
b.
Faktor
Lingkungan
Lingkungan disekitar manusia
dapat digolongkan kepada dua jenis, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan
abiotik. Lingkungan abiotik adalah lingkungan makhluk tidak bernyawa seperti
abtu, air, hujan, tanah dan musim. Itu semua dapat mempengaruhi kehidupan
mansuia. Lingkungan biotik adalah lingkungan
makhluk hidup bernyawa terdiri dari tiga jenis yaitu lingkungan nabati,
lingkungan hewani, dan lingkungan manusia (sosial, budaya dan spiritual).
Lingkungan sosial meliputi bentuk hubungan sikap atau tingkah laku manusia.
Lingkungan budaya meliputi adat istiadat, bahasa, norma-norma dan peraturan
yang berlaku. Lingkungan spiritual meliputi agama dan keyakinan.
c.
Faktor Diri
Guru harus memahami faktor diri yang
merupakan faktor kejiwaan kehidupan seorang anak. Faktor-faktor ini dapat
berupa emosi, motivasi, integrasi, sikap dan sebagainya. Beberapa ciri perkembangan
kejiwaan anak SD dikemukakan oleh Abu Ahmadi
(2001) sebagai berikut:
1. Pertumbuhan fisik dan motorik maju pesat
2. Kehidupan sosial diperkaya dengan kemampuan
bekerjasama dan bersaing dalam kehidupan kelompok
3. Mempunyai kemampuan memahami sebab akibat
2. Aliran-aliran Pendidikan
Pembawaan/dasar (nature) atau pendidikan/ajar memiliki 3 aliran pokok, yaitu:
1)
Nativisme
Tokoh aliran nativisme adalah
Schoupenhauer. Penganut teori ini berasumsi bahwa setiap individu (anak)
dilahirkan kedunia dengan mmbawa bakat atau potensi yang merupakan faktor
turunan yang berasal dari orang tuanya. Bakat atau potensi ini diyakini menjadi
faktor penentu perkembangan individu selanjutnya setelah ia dilahirkan. Teori
ini dikenal sebagai teori yang pesimistik terhadap peranan ajar/pendidikan (nature).
2)
Empirisme
Tokoh aliran empirisme antara lain John
Locke dan J.B. Watson. Mereka berasumsi bahwa setiap anak dilahirkan ke dunia
dalam keadaan bersih ibarat papan tulis yang belum ditulisi. Mereka tidak
percaya kepada faktor bakat atau potensi yang merupakan turunan atau hereditas
sebagai penentu perkembangan individu (anak didik).
Implikasi teori empirisme terhadap
pendidikan yakni memberikan kemungkinan sepenuhnya bagi pendidik
(pendidikan/ajar/nurture) untuk dapat membentuk kepribadian anak didik,
tanggung jawab pendidikan sepenuhnya ada di pihak pendidik
3)
Konvergensi
Tokoh aliran ini antaralain, William Stern. Penganut aliran ini berasumsi bahwa perkembanga
individu ditentukan baik oleh faktor bakat/potensi yang merupakan turunan
maupun oleh faktor lingkungan/pengalaman. Implikasi teor ini terhadap
pendidikan yakni, bahwa perkembangan anak didik mendapat pengaruh baik dari
bakat bawaan maupun dari lingkungan, termasuk dari pendidik.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Manusia sejak lahir telah dibekali
dengan sejumlah potensi. Potensi adalah kemampuan, kesanggupan, daya yang
menjadi modal bagi manusia tersebut agar kelak siap mandiri dalam menjalani
kehidupan di lingkungan di mana dia berada.
M.J. Langeveld yang memandang
manusia sebagai 'animal educandum' yang mengandung makna bahwa manusia
merupakan mahkluk yang perlu atau harus dididik. Manusia merupakan makhluk yang
perlu di didik, karena manusia pada saat dilahirkan kondisinya sangat tidak
berdaya sama sekali. Seorang bayi yang baru dilahirkan, berada dalam kondisi
yang sangat memerlukan bantuan, ia memiliki ketergantungan yang sangat besar.
Padahal nanti kelak kemudian hari apabila ia telah dewasa akan mempunyai tugas
yang besar yakni sebagai khalifah dimuka bumi. Kondisi seperti ini jelas sangat
memerlukan bantuan dari orang yang ada disekitarnya. Bantuan yang diberikan
itulah awal kegiatan pendidikan. Sesuai dengan tugas yang akan diembannya nanti
dikemudian hari, dibalik ketidakberdayaan atau ketergantungan yang lebih dari
binatang. Hanya kemampuan-kemampuan tersebut masih tersembunyi, masih merupakan
potensi-potensi yang perlu dikembangkan. Disinilah perlunya pendidikan dalam
rangka mengaktualisasikan potensi-potensi tersebut, sehingga menjadi kemampuan
nyata. Dengan bekal berbagai potensi itulah manusia dipandang sebagai mahkluk
yang dapat di didik. Bertolak dari pandangan tersebut, secara implicit terlihat
pula bahwa tidak mungkin manusia dipandang sebagai mahkluk yang harus di didik,
apabila manusia bukan mahkluk yang dapat di didik.
DAFTAR PUSTAKA
Sadulloh Uyoh. 2014. Pedagogik
(Ilmu Mendidik). Bandung.
Alfabeta
Donwload file lengkap docx,
disini.