M A K A LA H
FILSAFAT PENDIDIKAN
ALIRAN FILSAFAT IDEALISME
Oleh: Elmi Hanjar Bait
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur
kami panjatkan kepada Allah Swt. Karena dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya
kami telah menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini diharapkan dapat
memberi sumbangan untuk kebutuhan bahan bacaan dalam studi ilmu pendidikan,
khususnya Filsafat Pendidikan.
Makalah berjudul Filsafat Pendidikan (Aliran Filsafat
Pendidikan Idealisme) ini merupakan suatu kajian tentang kedudukan aliran
filsafat idealisme dalam filsafat pendidikan, dalam hal ini diperuntukan untuk
mempelajari secara awal ilmu filsafat.
Kami sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada para pembaca kami
sekiranya kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa
yang akan datang.
Mudah-mudahan makalah ini akan
memiliki nilai tambah bagi para pembaca yang mempelajari pendidikan dan ilmu
pendidikan, khususnya ilmu filsafat pendidikan. Kepada Allah-lah kami serahkan
segalanya, dan semoga makalah ini mendapat ridha dari-Nya. Amiin.
Serang, 24 April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
|
|
KATA PENGANTAR
|
1
|
DAFTAR ISI
|
2
|
BAB I
|
PENDAHULUAN
|
3
|
A.
|
Latar
Belakang
|
3
|
B.
|
Rumusan
Masalah
|
4
|
C.
|
Tujuan
|
4
|
BAB II
|
PEMBAHASAN
|
|
A.
|
Filsafat
Pendidikan Idealisme
|
5
|
B.
|
Konsep
Filsafat Umum Idealisme
|
6
|
C.
|
Implikasi
dalam Pendidikan
|
7
|
D.
|
Penerapan
Aliran Idealisme dalam Dunia Pendidikan
|
11
|
E.
|
Tohoh
Filsafat Pendidikan Idealisme
|
11
|
F.
|
Hubungan
Idealisme dan Filsafat Pendidikan
|
12
|
BAB III
|
PENUTUP
|
|
A.
|
Latar
Belakang
|
14
|
B.
|
Rumusan
Masalah
|
14
|
DAFTAR PUSTAKA
|
15
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Idealisme
adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham bahwa pengetahuan
dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi
alam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering disebut
sebagai lawan dari aliran realisme. Tetapi, aliran ini justru muncul atas feed
back realisme yang menganggap realitas sebagai kebenaran tertinggi. Hal ini
menimbulkan pertanyaan, apakah seorang idealis adalah anti realis, dan demikian
pula sebaliknya?
Secara logika,
antara idealisme dan realisme tidak bisa dipertentangkan. Sebab, pencetus
idealisme (Plato) adalah murid dari pencetus realisme (Socrates). Jika
demikian, apakah mungkin Plato seorang idealis yang juga realis? Dengan
pertanyaan lain, apakah Sokrates yang realis juga seorang idealis? Apa
sesungguhnya hakekat ide dan riil atau materi itu?
Idealisme
menganggap, bahwa yang konkret hanyalah bayang-bayang, yang terdapat dalam akal
pikiran manusia. Kaum idealisme sering menyebutnya dengan
ide atau gagasan. Seorang realisme tidak menyetujui pandangan
tersebut. Kaum realisme berpendapat bahwa yang ada itu adalah yang nyata, riil,
empiris, bisa dipegang, bisa diamati dan lain-lain. Dengan kata lain
sesuatu yang nyata adalah sesuatu yang bisa diindrakan (bisa diterima oleh
panca indra).
Dalam konteks
pendidikan, paham ini mencita-citakan pemikiran atau ide tertinggi. Secara
kelembagaan institusional, maka pendidikan akan didominasi oleh fakultas atau
jurusan filsafat dan pemikiran pendidikan. Di ranah pendidikan dasar, akan
didominasi oleh konsep-konsep dan pengertian-pengertian secara devinitif
tentang segala sesuatu. Tetapi, menurut psikologi perkembangan peserta didik
terdapat tahap-tahap perkembangan pemikiran siswa. Bagaimana idealisme bisa
diterapkan dalam tahap-tahap pemikiran peserta didik atau manusia pada umumnya?
Metode yang
digunakan oleh aliran idealisme adalah metode dialektik, syarat dengan
pemikiran, perenungan, dialog, dll. Dan akan menjadikan suasana proses belajar
mengajar menjadi aktif(active learning). Bagaimana jika peserta didik
pasif?
Kurikulum yang
digunakan dalam aliran idealisme adalah pengembangan kemampuan berpikir, dan
penyiapan keterampilan bekerja melalui pendidikan praktis. Bagaimana
relevansinya dengan dunia modern yang serba positivistik, yakni jauh lebih
empiris dari pada realisme?
Evaluasi yang
digunakan dalam aliran idealisme adalah dengan evaluasi esay. Dimana evaluasi
esay ini sangat efektif dalam proses belajar mengajar dan dalam meningkatkan
keterampilan peserta didik dalam mengerjakan soal. Bagaimana evaluasi esay
untuk siswa dasar sesuai pola perkembangan pemikirannya?
Idealisme
merupakan suatu aliran yang mengedepankan akal pikiran manusia. Sehingga
sesuatu itu bisa terwujud atas dasar pemikiran manusia. Dalam pendidikan,
idealisme merupakan suatu aliran yang berkontribusi besar demi kemajuan
pendidikan. Hal tersebut bisa dilihat pada metode dan kurikulum yang digunakan.
Idealisme mengembangkan pemikiran peserta didik sehingga menjadikan peserta
didik mampu menggunakan akal pikiran atau idenya dengan baik dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam makalah ini, penulis akan mencoba
menguraikan lagi tentang hal-hal yang berkaitan dengan aliran filsafat idealisme.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan problematika di atas, dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa paradigma idealisme
dalam menentukan kebenaran dan apa ide tertinggi itu?
2.
Bagaimana implikasi
idealisme dalam pendidikan, khususnya jika ditinjau dari tujuan, kurikulum,
metode dan evaluasi?
C.
Tujuan
Melihat dari rumusan masalah
yang telah diuraikan di atas, tujuan dari rumusan masalah tersebut, antara
lain:
1.
Untuk mengetahui
paradigma aliran filsafat idealisme dalam menentukan kebenaran dan maksud dari
ide tertinggi itu.
2.
Untuk mengetahui
implikasi idealisme dalam pendidikan, khususnya jika ditinjau dari tujuan,
kurukulum, metode dan evaluasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Filsafat Pendidikan Idealisme
Idealisme
merupakan sistem filsafat yang telah dikembangkan oleh para filsuf di Barat
maupun di Timur. Di Timur, idealisme berasal dari India Kuno, dan di Barat
idealisme berasal dari Plato, yaitu filsuf Yunani yang hidup pada tahun 427-347
sebelum Masehi. Dalam pengertian filsafati,idealisme adalah sistem filsafat
yang menekankan pentingnya keunggulan pikiran (mind), roh (soul)
atau jiwa (spirit) dari pada hal-hal yang bersifat kebendaan atau
material. Pandangan-pandangan umum yang disepakati oleh para filsuf
idealisme, yaitu: 1). Jiwa (soul) manusia adalah unsur yang paling
penting dalam hidup, dan 2). Hakikat akhir alam semesta pada dasarnya adalah
nonmaterial.
Filsafat
idealisme secara umum disebut sebagai filsafat abad 19. namun sebenarnya
konsep-konsep idealisme sudah ada sejak abad 4 masehi, yaitu dalam ajaran
Plato. Plato memercayai bahwa segala sesuatu yang dapat diinderai adalah
kenampakan semata. Realitas yang sesungguhnya adalah ide-ide, atau
bentuk-bentuk asal dari kenampakan itu. Ide-ide itu merupakan dunia “universal
abadi” yang tidak berubah. Apa yang nampak hanyalah refleksi atau bayangan dari
konsep-konsep yang ada dalam dunia “universal abadi,” maka selalu berubah.
Pandangan ini dimulai dari perenungan akan nilai-nilai dari kenampakan yang ada
di dunia ini. Plato menyimpulkan bahwa ada nilai dibalik kenampakkan itu, maka
tentu yang memberi nilai jauh lebih penting dari pada kenampakkan itu sendiri.
Dan ternyata yang memberi nilai atas kenampakkan itu adalah sesuatu yang
metafisik, yang tidak nampak, tetapi terus eksis, yaitu ide-ide.[1]
Pada abad 19
pandangan ini kembali mendapat tempat dalam percaturan pemikiran. Salah satu
tokoh yang sangat berpengaruh adalah Hegel. Hegel mengatakan bahwa realitas
yang sesungguhnya adalah Jiwa. Jiwa itulah inti dari keberadaan dunia ini. Jiwa
mengambil bentuk objektif tertentu sehingga dapat di inderai dengan perantaraan
dialektika. Sejarah, alam, pikiran manusia ini adalah refleksi dari Jiwa. Ini
berarti Hegel berada pada posisi Idealisme Subjektif/absolut. Disamping
idealisme absolut terdapat idealisme objektif. Idealisme objektif menganggap
bahwa realitas yang sesungguhnya adalah ide-ide atau gagasan-gagasan yang ada
dalam pikiran manusia. Pikiran manusia menjadi penentu sebuah kebenaran. Segala
sesuatu yang dapat di dinderai ini pada dasarnya hanyalah persepsi atau sensasi
fisik saja, karena indera tidak mampu secara lengkap mampu memahami seluruh
realitas.
Jadi secara
umum idealisme adalah pandangan yang menganggap hal yang terpenting adalah
dunia ide-ide, sebab realitas yang sesungguhnya adalah dunia ide-ide tersebut.
Ide-ide tersebut bisa berupa pikiran-pikiran manusia rasional, bisa juga berupa
gagasan-gagasan kesempurnaan, seperti Tuhan, dan Moral tertinggi (Summum
Bonnum). Apa yang bisa diindera ini hanyalah bayangan atau imitasi dari ide-ide
itu. Oleh karena itu dunia yang dapat di indera ini bersifat tidak tetap.
Beranjak dari hal tersebut di atas, maka sejarah, alam, pikiran manusia itu
bisa menjadi bernilai atau memiliki makna oleh karena adanya ide dibalik
kenampakan. Pada awalnya gereja abad 19 menyambut dengan gembira konsep
idealisme ini, karena bagi mereka konsep ini memberikan jawaban rasional atas
kritikan materialisme dan sekulerisme. Cara untuk bisa mengetahui kebenaran ini
menurut filsuf idealisme adalah intuisi, pernyataan atau wahyu, dan rasio. Hal
ini berarti menunjukkan bahwa kritikan beberapa tokoh materialisme yang
mengatakan bahwa idealisme pada hakikatnya mengorbankan rasio, atau tidak masuk
akal, tidak berdasar.
Menurut Plato, seorang filosof idealisme klasik (
Yunani Purba ), menyatakan bahwa realitas terakhir adalah dunia cita. Hakikat
manusia adalah jiwanya, rohaninya, yakni apa yang disebut “mind”. Mind
merupakan suatu wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai pendorong
dan penggerak semua tingkah laku manusia. Jiwa ( mind ) merupakan factor utama
yang menggerakkan semua aktivitas manusia, badan atau jasmani tanpa jiwa tidak
memilki apa – apa.[2]
B.
Konsep Filsafat Umum Idealisme
1. Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas hakikat
realitas (segala sesuatu yang ada) secara menyeluruh (komprehensif).[3]
a.
Hakikat Realistis
Para filsuf
idealis mengklaim bahwa hakikat realitas bersifat spiritual atau ideal. Bagi
penganut idealisme, realitas diturunkan dari suatu substansi fundamental,
adapun substansi fundamental itu sifatnya nonmaterial, yaitu
pikiran/spirit/roh. Benda-benda yang bersifat material yang tampak nyata,
sesungguhnya diturunkan dari pikiran/jiwa/roh.
b.
Hakikat Manusia
Menurut para filsuf idealisme bahwa manusia hakikatnya bersifat
spiritual/kejiwaan. Menurut Plato, setiap manusia memiliki tiga bagian jiwa,
yaitu nous (akal fikiran) , thumos (semangat atau
keberanian), dan epithumia (keinginan, kebutuhan atau nafsu).
Dar ketiga bagian jiwa tersebut akan muncul salah satunya yang dominan. Jadi,
hakikat manusia bukanlah badannya, melainkan jwa/spiritnya, manusia adalah
makhluk berfikir, mampu memilih atau makhluk yang memiliki kebebasan, hidup
dengan suatu aturan moral yang jelas dan bertujuan.
2.
Epistemologi
Epistemologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang hakikat
pengetahuan. Menurut filsuf idealisme, proses mengetahui terjadi dalam pikiran,
manusia memperoleh pengetahuan melalui berfikir dan intuisi (gerak hati).
Beberapa filsuf percaya bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat
kembali (semua pengetahuan adalah susatu yang diingat kembali).
3.
Aksiologi
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang
hakikat nilai. Para filsuf idealisme sepakat bahwa nilai-nilai bersifat abadi.
Menurut penganut Idealime Theistik nilai-nilai abadi berada
pada Tuhan. Penganut Idealisme Pantheistik mengidentikan Tuhan
dengan alam.
C.
Implikasi Terhadap Pendidikan
1.
Tujuan Pendidikan
Menurut para filsuf
idealisme, pendidikan bertujuan untuk membantu perkembangan pikiran dan diri
pribadi (self) siswa. Mengingat bakat manusia berbeda-beda maka
pendidikan yang diberikan kepada setiap orang harus sesuai dengan bakatnya
masing-masing.
Sejak idealisme sebagai
paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka
mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual. Pola
pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran
tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan
masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut
paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk
masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk
individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki
kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna,
hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya
diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan
tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan
sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan
seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya,
namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan
kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan
tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual
dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang
berkaitan dengan Tuhan.[4]
2.
Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan
idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan vokasional/praktis. Pendidikan
liberal dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan-kemampuan rasional dan moral.
Pendidikan vokasional dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan suatu
kehidupan/pekerjaan.
Kurikulum yang digunakan
dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang
objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook.
Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.[5]
3.
Metode Pendidikan
Tidak cukup mengajar siswa
tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa yang siswa pikirkan
menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya mendorong siswa
untuk memperluas cakrawala, mendorong berfikir reflektif, mendorong
pilihan-pilihan morak pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berfikir
logis, memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah
moral dan sosia, miningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa
untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia.
4.
Peran Guru
Para filsuf idealisme
mempunyai harapan yang tinggi dari para guru. Keunggulan harus ada pada guru,
baik secara moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang lebih
penting di dalam sistem sekolah selain guru. Guru hendaknya “bekerjasama dengan
alam dalam proses menggabungkan manusia, bertanggung jawab menciptakan
lingkungan pendidikan bagi para siswa.
Para murid yang menikmati
pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-gencarnya diajarkan,
memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach) secara
khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Giovanni
Gentile pernah mengemukakan, “Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah
pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah
lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik,
sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan
hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan
kecil yang tidak banyak bermakna.[6]
Model pemikiran filsafat
idealisme yang menganggap anak didik merupakan makhluk spiritual dan guru yang
juga menganut paham idealism menjadikan sistem pengajaran di kelas biasanya
berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat
murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual.
Guru dalam sistem pengajaran
yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai:
1)
Guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik;
2)
Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa;
3)
Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik;
4)
Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid
5)
Guru menjadi teman dari para muridnya;
6)
Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk
belajar;
7)
Guru harus bisa menjadi idola para siswa;
8)
Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi
teladan para siswanya;
9)
Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif;
10) Guru harus mampu mengapresiasi
terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya;
11) Tidak hanya murid, guru pun harus
ikut belajar sebagaimana para siswa belajar;
12) Guru harus merasa bahagia jika anak
muridnya berhasil;
13) Guru haruslah bersikap dmokratis dan
mengembangkan demokrasi; dan
14) Guru harus mampu belajar, bagaimana
pun keadaannya.
5.
Peran Siswa
Siswa berperan bebas
mengembangkan kepribadian dan bakat-bakatnya”. (Edward J.Power,1982)[7]. Bagi aliran idealisme,
anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual.
Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang
mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama
pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual.
D.
Penerapan Aliran Idealisme dalam Dunia Pendidikan
Aliran idealisme, dapat diterapkan Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Dengan memperhatikan implikasi filsafat
pendidikan realisme maka penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dapat
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:[8]
1. Tujuan
program PLS pertama-tama harus difokuskan pada pembentukan karakter atau
kepribadian peserta didik. Pada tahap selanjutnya program pendidikan tertuju
kepada pengembangan bakat dan kebaikan sosial. Peserta didik digali potensinya
untuk tampil sebagai individu berbakat/berkemampuan yang akan memiliki nilai
guna bagi kepentingan masyarakat.
2. Kurikulum
pendidikan PLS dikembangkan dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan
praktis. Kurikulum diarahkan pada upaya pengembangan kemampuan berpikir melalui
pendidikan umum. Di samping itu kurikulum juga dikembangkan untuk mempersiapkan
keterampilan bekerja untuk keperluan memperoleh mata pencaharian melalui
pendidikan praktis.
3. Metode
pendidikan dalam program PLS disusun menggunakan metode pendidikan dialektis.
Meskipun demikian setiap metode yang dianggap efektif mendorong belajar dapat
pula digunakan. Pelaksanaan pendidikan cenderung mengabaikan dasar-dasar
fisiologis dalam belajar.
4. Peserta
didik bebas mengembangkan bakat dan kepribadiannya. Pendidikan bekerjasama
dengan alam dengan proses pengembangan kemampuan ilmiah. Oleh karena itu tugas
utama tenaga pendidik adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta
didik dapat belajar dengan efisien dan efektif.
E.
Tokoh Filsafat Idealisme
Tokoh aliran idealisme
adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu
aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran
asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli
(cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara
jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini
memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu
tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak
tidak dikategorikan idea.[9]
Aliran filsafat idealisme
terbukti cukup banyak memperhatikan masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup
berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik pendidikan. William T. Harris adalah
tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat.
Bahkan, jumlah tokoh filosof Amerika kontemporer tidak sebanyak seperti
tokoh-tokoh idealisme yang seangkatan dengan Herman Harrell Horne (1874-1946).
Herman Harrell Horne adalah filosof yang mengajar filsafat beraliran idealisme
lebih dari 33 tahun di Universitas New York.
Belakangan, muncul pula
Michael Demiashkevitch, yang menulis tentang idealisme dalam pendidikan dengan
efek khusus. Demikian pula B.B. Bogoslovski, dan William E. Hocking. Kemudian
muncul pula Rupert C. Lodge (1888-1961), profesor di bidang logika dan sejarah
filsafat di Universitas Maitoba. Dua bukunnya yang mencerminkan kecemerlangan
pemikiran Rupert dalam filsafat pendidikan adalah Philosophy of
Education dan studi mengenai pemikirian Plato di bidang teori pendidikan.
Di Italia, Giovanni Gentile Menteri bidang Instruksi Publik pada Kabinet
Mussolini pertama, keluar dari reformasi pendidikan karena berpegang pada
prinsip-prinsip filsafat idealisme sebagai perlawanan terhadap dua aliran yang
hidup di negara itu sebelumnya, yaitu positivisme dan naturalisme.
F.
Idealisme dan Filsafat Pendidikan
Aliran filsafat idealisme
terbukti cukup banyak memperhatikan masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup
berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik pendidikan. William T. Harris adalah
tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat.
Bahkan, jumlah tokoh filosof Amerika kontemporer tidak sebanyak seperti
tokoh-tokoh idealisme yang seangkatan dengan Herman Harrell Horne (1874-1946).
Herman Harrell Horne adalah filosof yang mengajar filsafat beraliran idealisme dari
33 tahun di Universitas New York.
Idealisme sangat concern tentang
keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara
fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga
untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak
sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19
secara khusus mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan
sebagai ekspresi realitas spiritual.
Kurikulum yang digunakan
dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang
objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak dari pada pengajaran yang textbook
agar dirasakan actual.[10]
Dalam hubungannya dengan
pendidikan, idealisme memberi sumbangan yang besar tehadap perkembangan
filsafat pendidikan. Kaum idealis percaya bahwa anak merupakan bagian dari alam
spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai potensialitasnya. Oleh
karena itu, pendidikan harus mengajarkan hubungan antara anak dengan bagian
alam spiritual. Pendidikan harus menekankan kesesuian batin antara anak dan alam
semesta. Pendidikan merupakan pertumbuhan ke arah tujuan pribadi manusia yang
ideal. Pendidik yang idealisme mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik.
Pendidik harus memandang anak sebagai tujuan, bukan sebagai alat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Idealisme
adalah merupakan salah satu aliran filsafat yang mempunyai paham bahwa hakikat
dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Tokoh-tokoh
dalam idealisme diantaranya yaitu : Plato, William T. Harris, Herman Harrell Horne, Michael Demiashkevitch, B. B.
Bogoslovski, William E. Hocking, dan C. Lodge.
Implikasi
filsafat idealisme dalam pendidikan adalah sebagai berikut :
1.
Tujuan, untuk membentuk
karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial.
2.
Kurikulum, pendidikan
liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan praktis untuk memperoleh
pekerjaan.
3.
Metode, diutamakan metode
dialektika (saling mengaitkan ilmu yang satu dengan yang lain), tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan.
4.
Peserta didik bebas untuk mengembangkan
kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya.
5.
Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan
lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam.
B. Saran
Saran yang bisa diberikan
penulis adalah sebagai manusia dalam melakukan segala sesuatu sebaiknya
mempertimbangkannya dulu. Yaitu melalui pemikiran (rasio atau akal), agar hasil
yang akan didapatkan itu lebih baik dan memuaskan. Hasilnya akan berbeda jika
dalam menentukan sesuatu tanpa melalui pertimbangan dan pemikiran, tentu kurang
memuaskan.
Sebagai calon seorang guru,
hendaknya pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan
melalui kerja sama dengan alam. Pendidik memenuhi akal peserta didik dengan
hakikat dan pengetahuan yang tepat. Dengan kata lain guru harus menyiapkan
situasi dan kondisi yang kondusif untuk pembelajaran, serta lingkungan yang
ideal bagi perkembangan mereka, kemudian membimbing mereka dengan ide-ide yang
dipelajarinya hingga sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar,
Amsal.(1999). Filsafat Agama.
Jakarta: Logos Wacana Ilmu. [3]
Gazalba,
Sidi. (1996). Sistematika Filsafat.
Jakarta: PT. Bulan Bintang [5]
H.B. Hamdani
Ali, M.A.M.Ed.(1986). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang
[1]
http://paiceria.blogspot.com/2011/02/makalah-realisme-sebagai-sistematika.html
[8]
Syaripudin,
Tatang. (2008).Pengantar Filsafat
Pendidikan.Bandung: Percikan Ilmu [7]
Tim Pengajar.(2012). Filsafat
Pendidikan (Diktat).UNIMED: Medan [6]
Usiono.(2011).
Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan.
Perdana Publishing : Medan, [2]
Wakhudin dan
Trisnahada (2012). Filsafat Naturalisme.
(Makalah). Bandung: PPS-UPI Bandung [5] [9] [10]